Jalan Mencapai Master

Perjalanan awal berumah tangga saya lalui dengan status sebagai mahasiswa. Cita-cita saya dahulu akhirnya terwujud, yaitu KKN, kuliah, kerja, nikah secara bersamaan. Saya menikah di awal semester ke dua pendidikan master saya, di usia menjelang 26 tahun. Masa-masa bulan madu dilalui dengan belajar bersama untuk ujian tengah semester. Kebetulan saat itu suami juga sedang menjalani kuliah magisternya. Meski sama-sama kuliah, kami tidak ingin menunda mempunyai anak meskipun beberapa teman menyarankannya. Alhamdulillah, menjelang ujian akhir semester saya dinyatakan hamil. Bahagia rasanya, tapi juga khawatir apakah bisa lulus tepat waktu dengan nilai maksimal.Melalui masa-masa awal kehamilan saat ujian akhir semester merupakan ujian tersendiri. Lelah-lelah dengan segala rasa dan harus belajar itu seperti ujian di atas ujian. Untungnya ujian master itu tidak melulu hafalan, tapi lebih berdasar analisis dan menuangkan gagasan, jadi sedikit banyak terbantu untuk tidak terlalu banyak menghafal yang ada di buku teks. Singkat cerita ujian-ujian semesteran berlalu dengan nilai penuh senyuman.Selesai ujian, oleh ketua minat kami sudah disidang untuk menentukan judul tesis dan pemilihan pembimbing. Saya yang memang berlatar belakang apoteker klinis dan mempunyai minat dibidang klinis mengambil tesis dengan penelitian di rumah sakit terkait respon penyakit terhadap obat. Judul saya ambil dengan mempertimbangkan kondisi sedang hamil dan kemungkinan akan menjalani tesis dengan bayi kecil dipangkuan, jadi memang tidak terlalu ribet namun butuh kepastian banyak parameter untuk mengukur respon terapi pasien.Selama 2 bulan penuh saya bersama 11 teman seminat lain dibimbing untuk menyelesaikan proposal sampai proposal tersebut selesai dan bisa digunakan untuk mengajukan ijin penelitian. Ujian proposal berlangsung dua kali. Pada ujian pertama, presentasi saya dinilai bagus oleh penguji, akan tetapi di ujian ke dua banyak revisi dari penguji, meski judul saya tetap bisa dilanjutkan. Berkebalikan dengan suami yang judulnya ditolak karena tidak sesuai dengan ekspektasi penguji, meski oleh pembimbing sudah direstui.Setelah ujian proposal selesai, saya dan suami harus tinggal berjauhan karena suami diterima bekerja di luar kota. Saya sejenak terlarut dalam kesedihan dan adaptasi kembali karena biasanya melakukan aktivitas rutin bersama, saling menyemangati dan berbagi tugas berubah seperti saat masih single. Keadaan sama-sama tidak mengenakan bagi saya dan suami. Saya yang dulunya mengontrak rumah yang relatif dekat dengan kampus terpaksa kembali ke rumah orang tua dan harus menempuh jarak 35 km pulang pergi selama menyelesaikan proposal tesis dalam kondisi hamil besar. Pun suami yang harus cepat menyesuaikan diri di tempat kerja barunya, sehingga tesisnya agak terlupakan.Proses pegerjaan tesis yang harapannya sebelum lahiran sudah bisa melakukan proses pengambilan data sekunder dari rumah sakit menjadi mundur. Saat melahirkan tiba, baru saja ijin melakukan pengambilan data terbit dari Rumah Sakit. Ketua minat memang menanyakan perihal kesanggupan saya untuk cuti atau meneruskan penelitian setelah melahirkan. Berbekal semangat ingin segera tinggal bersama suami di rantau, saya memutuskan untuk tidak cuti kuliah, tetapi beristirahat selama 2 bulan sebelum mulai lagi pengambilan data.Saat anak saya berusia 2 bulan, saya mulai kembali aktif melakukan pengambilan data. Pekerjaan terpaksa harus ditinggalkan karena keinginan untuk segera menyelesaikan studi. Genap 2 bulan setelah pengambilan data, semua rekam medis yang sesuai sudah berhasil diekstraksi, akan tetapi hasil yang diperoleh tidak sesuai harapan. Itulah kendala data sekunder, ketika tidak tercantum dalam rekam medis, maka data akan susah ditelusuri.Selama saya merasa pusing dengan data yang tidak lengkap, angin segar datang dari suami yang berhasil meyakinkan pengujinya dan direstui untuk melanjutkan tesis tentang analisis saham. Memang pengujinya lebih interest ke analisis saham dibanding tema judul lama yang berbasis pemberdayaan masyarakat melalui BMT. Selang sebulan, suami berhasil ujian tesis dan lulus dengan nilai A, sedangkan saya, masih bertahan di entri data yang banyak kosongnya.Tergerak suami yang sudah wisuda, saya akhirnya melakukan perpanjangan waktu untuk menyelesaikan tesis. Ketua minat yang tak lelah mengingatkan dan menanyakan kabar tesis membuat saya malu dan mulai menyusun strategi. Pada pembimbing saya malah merasa malu dan sungkan untuk konsultasi. Akhirnya, proses melengkapi data dilalui meski harus melewati birokrasi yang berbelit-belit untuk melihat data dari database rumah sakit. Selama proses ini, ternyata saya hamil anak kedua dan anak pertama sering terkena diare karena perubahan pola konsumsi MPASI. Terpaksa saya harus berhenti kembali dari hiruk pikuk tesis untuk merawat anak.Proses pengerjaan data dan penulisan akhir tesis kembali dimulai setelah keadaan anak membaik, namun masalah baru muncul yaitu buntunya analisis hasil. Ketika terasa buntu tersebut, selalu saja ada jalan keluar ketika tiba-tiba ketua minat mengumpulkan barisan lulus terlambat termasuk saya. Berbekal teguran lisan dan tulisan, serta rampungnya proses penulisan tesis, saya memberanikan diri menemui pembimbing. Dengan sedikit revisi, di awal semester ke 6 saya bisa maju untuk sidang hasil di Minat.Sidang hasil di minat berlangsung sangat memalukan bagi saya, terlebih saya malu pada pembimbing karena hasil yang saya sajikan masih terlalu luas. Dari sana saya sudah diwanti-wanti untuk bimbingan mendalam bersama pembimbing. Pembimbing saya tentu kecewa dengan hasil ujian minat. Saat konsultasi, saya tak luput kena marah dan nasehat. Namun sejak saat itu, saya juga mulai berani terbuka mengungkapkan kendala yang saya hadapi. Respon pembimbing juga cukup memotivasi bahwa penelitian sudah bagus dan data sudah memenuhi, tinggal pengemasannya supaya lebih mudah disajikan dan ditangkap orang lain saat presentasi.Berkat bimbingan intensif, H-1 bulan dari HPL, saya bisa maju ujian tesis di program studi dan mendapatkan respon positif dari penguji dan pembimbing. Dua pekan setelahnya, ujian tesis berhasil dilewati dengan nilai memuaskan. Namun, saya masih belum bisa bersantai ria karena harus segera menyerahkan revisi sebelum wisuda. H-3 sebelum kelahiran anak kedua, tuntas semua urusan tesis dan kuliah. Saya sangat bersyukur, dari yang awalnya pesimis bisa lulus kuliah karena keterbatasan data, sampai saya pada titik bisa lulus, akhirnya.Saya mengingat ditengah keputus-asaan dan presentasi di depan ketua minat, saya ingin ganti judul. Ketua minat marah dan memberi nasehat bahwa ganti judul bukan solusi, karena saya harus mengulang dari nol. Dari sana ketua minat membantu mencarikan solusi. Saya juga merasa malu dan bersalah pada pembimbing, karena tidak memanfaatkan dengan baik ilmu mereka sebagai pembimbing. Justru setelah saya bertemu pembimbing di ujung kegalauan saya karena ujian dibantai habis-habisan, mereka yan membantu mengarahkan dengan sepenuh hati dan ilmu sampai pada ujian selanjutnya presentasi saya dianggap berhasil. Sungguh menyesal karena saya memelihara rasa malu dan sungkan terlalu dalam.Ya, ketika menghadapi masalah dalam hidup, apapun itu, berusahalah sekeranya untuk menyelesaikan. Ketika usahamu tidak kunjung membuahkan hasil, carilah orang yang berilmu yang bisa menolongmu. Jangan mengambil short escape, berhenti dan memulai sesuatu yang baru padahal terbentur dengan batas waktu. Saya juga merasa terbantu dengan adanya teman-teman seperjuangan yang saling berbagi kemajuan dan masalah tesisnya. Dua hal yang melecut saya untuk selesai adalah amanah dan keyakinan. Karena kuliah dan menikah serta membesarkan anak-anak adalah amanah. Karena keyakinan, bahwa dari awal saya sanggup memulai untuk kuliah karena saya yakin bisa selesai. Kemudian saya yakin untuk menikah dan memiliki anak, maka dengan itu semua saya yakin kebaikan tidak akan menghambat kebaikan. Akhirnya saya selesai, 2 tahun 9 bulan 10 hari, dengan predikat cumlaude serta predikat (atau sindiran) produktif dari teman-teman dan dosen karena selama S2 saya menikah dan memiliki 2 anak. Karena saya bisa selesai, saya bahagia. Saya berhasil mengalahkan ketakutan dan berhasil berpegang pada keyakinan awal saya. Karena saya selesai, sayapun bersiap karena setelah selesai satu hal, ada banyak hal lain yang menanti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memanfaatkan Pangan sebagai Obat

Kue Obi Isi Coklat

Capek