Isu Keamanan Monosodium Glutamate (MSG)

Monosodium glutamat atau yang umunya dikenal sebagai MSG merupakan zat penajam rasa makanan (enhanced flavouring agent) yang memberikan rasa umami. Rasa umami atau gurih ditemukan oleh Profesor Kimia dari Jepang bernama Kikunae Ikeda. Monosodium glutamat merupakan bentuk garam natrium dari asam amino glutamat. Glutamat adalah asam amino alami yang diproduksi oleh tubuh sampai 50 g setiap harinya dan berfungsi sebagai neurotransmiter. Beberapa produk makanan seperti keju, susu, ikan juga mengandung glutamat alami. Konsumsi MSG lebih dari 5 g, akan dapat meningkatkan level glutamat dalam darah, akan tetapi hal ini tidak berlangsung lama. 

Rata-rata orang Amerika mengkonsumsi 11 g glutamat setiap harinya yang berasal dari makanan alami dan kurang dari 1 g dari MSG. Konsumsi MSG rata-rata di Asia adalah 1,2-1,7 g/hari sedangkan di Eropa 0,3-0,5 g/hari. Batas aman konsumsi MSG adalah 16mg/kg/hari. Konsumsi MSG tertinggi saat ini ada di negara China (55%), dan beberapa negara di Asia, Afika Barat dan Brazil, mengalami peningkatan penggunaan MSG. Berkebalikan dengan Amerika, Kanada dan Meksiko yang mengurangi konsumsi MSG sampai hanya 2% berkaitan dengan isu obesitas.

Sejak ditemukan pada tahun 1908, MSG banyak menuai kontroversi. Pada tahun 1960an, muncul keluhan pusing, mual, muka memerah, mati rasa, detak jantung meningkat/palpitasi dan beberapa gejala lain yang dikenal sebagai Chinesse Restaurant Syndrome oleh beberapa orang setelah makan masakan China yang dikenal banyak mengandung MSG. Munculnya keluhan ini mendorong para peneliti untuk menyelidiki hubungan MSG dan CRS. Berbagai penelitian itupun pada akhirnya tidak bisa memastikan secara ilmiah kaitan konsumi MSG dengan munculnya CRS, meski sampai saat ini terus saja ada orang yang mengalami gejala CRS setelah mengkonsumsi MSG. Pada orang yang sensitif, konsumsi lebih dari 3 g MSG per hari mungkin menyebabkan gejala menyerupai CRS.

Berdasarkan penemuan-penemuan terdahulu, banyak badan kesehatan negara seperti FDA di Amerika, Badan Standar Pangan di Eropa dan yang paling akhir Badan Standar Pangan Australia-Selandia Baru tahun 2003 menyimpulkan MSG aman dikonsumsi. Food and Drug Administration di Amerika memberikan catatan bahwa MSG aman digunakan secara terbatas dan berpotensi menimbulkan efek samping jika digunakan berlebihan. Efek samping mungkin timbul berhubungan dengan kerja jantung, otot, sistem pencernaan sampai sistem saraf.

Isu keamanan MSG setelah tahun 2010 semakin menggelitik para peneliti untuk mengkaji efek sampingnya. Tentu saja uji hanya dilakukan secara in vitro pada hewan maupun in vivo pada sel. Beberapa temuan seperti gagal ginjal dengan penyuntikan MSG dosis tinggi dan jangka panjang pada tikus, genotoksisitas pada sel leukosit mewarnai hasil penelitian tersebut. Uji klinis juga menemukan adanya kaitan antara MSG dan gatal-gatal, meski subyek penelitian sangat terbatas. Penggunaan MSG pada anak dibawah 11 tahun diketahui juga terkait dengan dermatitis.

Tinjauan oleh Kazmi dkk pada tahun 2017 menunjukkan beberapa temuan yang mengarah pada efek samping MSG. Penelitian pada tikus menunjukkan ada efek obesitas, hepatotoksisitas, neurotoksitas dan studi pada sel leukosit manusia menunjukkan adanya genotoksisitas. Genotoksisitas tidak ditemukan pada percobaan pada hewan. Penelitian klinis terkait MSG menunjukkan peningkatan konsumsi makanan yang ditambah MSG yang dikhawatirkan akan meningkatkan obesitas. Hal ini dibuktikan oleh penelitian lain bahwa penggunaan MSG berkaitan dengan penambahan berat badan, akan tetapi temuan lain menunjukkan tidak ada kaitan MSG dan obesitas. Selain itu, penelitan juga menunjukkan efek seperti pusing, otot kaku, mati rasa, lemas, gatal-gatal, sakit perut, aritmia (detak jantung tidak teratur), dan beberapa gejala lain.

Penelitian terkait MSG ini akan terus berjalan mengingat ada hasil uji yang menunjukkan potensi keberbahayan MSG dan masih ada beberapa temuan yang berlawanan. Hal ini mendorong kita untuk lebih bijak dalam menggunakan MSG. Lebih baik menggunakannya saat diperlukan saja. Keamanan MSG sudah dijamin oleh badan pangan di banyak negara termasuk Indonesia, karena itu konsumsi MSG sah-sah saja. Edukasi kepada masyarakat tetap diperlukan mengingat adanya pembatasan penggunaan MSG dan FDA juga mendata beberapa efek samping yang bisa timbul terutama jika digunakan berlebihan. Orang yang sensitif terhadap MSG tentunya juga harus mengurangi konsumsinya supaya tidak timbul efek samping yang merugikan. 

Referensi
https://www.healthline.com/health/chinese-restaurant-syndrome

Zehra Kazmi, Iffat Fatima, Shaghufta Perveen & Saima Shakil Malik (2017) Monosodium glutamate: Review on clinical reports, International Journal of Food Properties, 20:sup2, 1807-1815, DOI: 10.1080/10942912.2017.1295260

https://zulliesikawati.wordpress.com/2008/11/18/faq-tentang-monosodium-glutamat-msg/
https://www.healthline.com/health/allergies/msg#evidence

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26929995

https://www.canada.ca/en/health-canada/services/food-nutrition/food-safety/food-additives/monosodium-glutamate-questions-answers.html

https://www.fda.gov/Food/IngredientsPackagingLabeling/FoodAdditivesIngredients/ucm328728.html

https://ihsmarkit.com/products/monosodium-glutamate-chemical-economics-handbook.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memanfaatkan Pangan sebagai Obat

Kue Obi Isi Coklat

Capek