Memanjangkan Nalar

Hari ini hari yang cukup berat, sedari pagi sudah mulai banyak keselnya karena beberapa hal. Padahal sudah diniakan untuk ngobrol asik bareng anak sulung saya (Fathiya, 2 tahun 9 bulan). This beautifull little girl memang kalau ngomong masih belum lancar banget, tapi sekarang dia lagi masa-masanya suka bercerita dan bersenandung. Dia betah bercerita dan biasanya selalu ingin cerita panjang-panjang. Sayangnya kosa kata masih terbatas, jadi kalau cerita masih suka diulang-ulang. But overall, as a mom, i am proud of her, really proud.

Hari ini seperti biasa, dia suka maen dan ngusilin adeknya. Seharian isinya tertawa karena pada kerja sama pas main, tapi tak jarang sang adek kena senggol dikit nangis. Ujian benar untuk saya, di sore sehabis ashar sewaktu saya masak, mereka bermain motor. Entah bagaimana ceritanya motor ambruk dan hampir nimpa adek. Mereka berdua nangis keras. Kakak lari masuk ke rumah, adek terjepit diantara motor dan pagar. Refleks saya menyalahkan sang Kakak dan memarahinya. Ya, akhirnya gagal mengalahkan emosi untuk hari ini.

Bunda: Kakak kenapa motornya jatuh?
Kakak: Tadi itu motornya jatuh...
Bunda: Iya, kenapa jatuh? Kakak dorong ya (contoh komunikasi tidak produktif 😢)
Kakak: Tadi kakak dorong (entah jujur entah karena dimarahi bunda)
Bunda: Didorong biar kena adek ya? (makin emosi)
Kakak: Motornya tadi itu jatuh, kena adek (😟)
Bunda: Bunda sudah bilang, hati-hati kalau mainan motor. Jangan didorong nanti jatuh kena adek (sambil mencoba mengakhiri ngomong biar tidak makin emosi)
Kakak: Iya...

Setelah kejadian itu, kami makan bersama. Lebih tepatnya, saya ingin menyuapi mereka biar makan cepat dan tidak berantakan. Namun respon sang Kakak sungguh luar biasa...

Bunda: Ayo Mbak Fa, Dek Fa, kita makan ya... (sambil pegang 1 piring rencana untuk berdua)
Kakak: Kakak dulu, kakak dulu...
Bunda: Iya Nak, yuk duduk yang rapi ya. Bunda suapin...
Kakak: Kakak mau maem sendiri
Bunda: (Tertegun, speechless, kagum sama kakak, pengen nangis tadi sempat marah) O gitu, baik kak, maem sambil duduk yang rapi ya (awalnya mau maksa tetap disuapin biar rapi maemnya, tapi luluh sama sikapnya)
Kakak: Iya (sambil ambil sendok dan piring dari Bunda, kemudian maem dengan lahapnya)
Bunda: Bunda ambilin adek maem ya, adek duduk rapi juga... (saat balik dari ambil maem, adek ternyata disuapin sama kakak, tambah melting)
Makasi banyak ya Kak... ini maem untuk adek...

Dan akhirnya kakak adek maem berdua, rukun, tapi maemnya belepotan tidak masalah. Akhirnya emosi bunda reda. Sambil nunggu mereka makan, bunda nangis di pojokan.

Sore hari menjelang maghrib, bunda punya waktu santai berdua dengan Kakak. Bunda mengajak Kakak berbincang santai sambil pelukan diatas kasur.

Bunda: Kak, tadi motor jatuh kenapa?
Kakak: Motor jatuh kena Adek
Bunda: Iya, kasihan Adek nangis ya. Untung tidak kena Adek.
Kakak lain kali hati-hati ya...
Kakak: Iya...
Bunda: Bunda minta maaf ya Kak, Bunda tadi marah-marah...
Kakak: Diam, tidak memberikan respon khusus... Dan kemudian kami kembali bercanda

Ngobrol santai ini cukup mengingatkan kepada Kakak bahwa tadi Adek nyaris terluka. Dan Bunda minta Kakak secara pendek dan sederhana, meminta Kakak lebih berhati-hati.

Hari ini Bunda gagal menerapkan ilmu Komprod karena Emosi mengalahkan nalar. Bunda tidak mengajari kakak komunikasi produktif, tapi kakak yang ngajari bunda. Seemosi apapun bunda, tapi kakak selalu bersikap baik dan tambah baik saat bunda marah. Semoga bunda bisa mempraktekkan materi yang bunda dapat dengan baik ya Nak, supaya bisa mendidik kalian dengan sebaik-baiknya. Love both of you, kakak Fa dan Adek Fa...


#Tangangan10hari
#level1
#harike1
#kuliahBunsayIIP
#komunikasiProduktif

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memanfaatkan Pangan sebagai Obat

Kue Obi Isi Coklat

Capek